Pestisida dan umumnya petani di Indonesia hampir tidak dapat dipisahkan. Hampir disemua budidaya pertanian menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama/penyakit yang menyerang tanaman. Agar dalam penggunaan pestisida ini bisa efektif dan tidak berlebihan maka petani perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang pestisida.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama penyakit secara luas dan cide yang artinya membunuh. Menurut PP nomor 7 Tahun 1973, pestisida adalah semua zat atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk salah satunya mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil - hasil pertanian.
PENGELOMPOKAN PESTISIDA BERDASARKAN CARA PEMBUATANNYA
- Pestisida Nabati; merupakan pestisida yang langsung dibuat dari bahan - bahan alami seperti akar tuba, tembakau, mimba, jeringau dll. Dalam posting kali ini saya tidak lagi membahas tentang pestisida nabati karena sudah saya posting beberapa waktu yang lalu.
- Pestisida Sintetik; golongan organofosfat, golongan karbamat, organoklorin dn piretroid.
PENGELOMPOKAN PESTISIDA BERDASARKAN OPT YANG MENYERANG
JENIS PESTISIDA
|
ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN (OPT) YANG MENYERANG
|
INSEKTISIDA
|
Serangga
|
FUNGISIDA
|
Cendawan/Jamur
|
RODENTISIDA
|
Tikus
|
HERBISIDA
|
Gulma/Tanaman Liar
|
MOLUSKISIDA
|
Siput/Keong
|
AKARISIDA
|
Tungau
|
NEMATISIDA
|
Nematoda
|
BAKTERISIDA
|
Bakteri
|
A. KLASIFIKASI INSEKTISIDA
Berdasarkan Cara Masuknya Racun Ke Dalam Tubuh Hama:
- Racun Perut/Lambung (Stomach Poison); adalah insektisida – insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pecernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran mematikan (misalnya ke susuna syaraf serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprotkan dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya. Contohnya: Dipel WP, Regent 0,3 G, dll.
- Racun Kontak; Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut. Beberapa insektisida yang kuat sifat racun kontaknya antara lain diklorfos dan pirimifos metal. Contohnya Marshal 200 EC, Matador 25 EC, dll.
- Racun Pernafasan; adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernafasan. Serangga hama akan mati apabila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau menghasilkan gas da diaplikasikan sebagai fumigansia, misalnya metil bromida, aluminium fosfida, dsb. Ada pula insektisida, baik racun kontak atau racun perut, yang mempunyai efek sebagai fumigansia, misalnya diafentiuron. Contohnya: Sinobrom 98 G, Pegasus 500 EC, dll.
Berdasarkan Gerakan Racun Pada Tanaman:
- Non Sistemik; setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman. Insektisida nonsistemik sering disebut insektisida kontak. Namun, istilah itu sebenarnya kurang begitu tepat. Istilah kontak lebih tepat digunakan bagi cara kerja insektisida yang berhubungan dengan cara masuknya ke dalam tubuh serangga. Contohnya Diazinon 600 EC, Nufaq 200 EC, dll.
- Sistemik; diserap oleh organ – organ tanaman, baik lewat akar, batang atau daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan cairan tanaman dan ditrasportasikan ke bagian – bagian tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk tunas yang baru tumbuh. Contoh: Regent 0,3 G
- Translaminer; dapat diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Contohnya: Curacron 500 EC.
Berdasarkan Cara Kerja
CARA KERJA
|
CONTOH
|
RACUN FISIK
|
Minyak Bumi, Debu Inert
|
RACUN PROTOPLASMA
|
Logam Berat, Asam Kuat dll
|
RACUN PERUT
|
Dipel WP, Furada 3 G, dll
|
PENGHAMBAT METABOLISME
|
Atabron 50 EC, Macth 50 EC, Cascade 50 EC, dll
|
B. KLASIFIKASI FUNGISIDA
Berdasarkan Gerakan Racun Pada Tanaman:
NO.
|
CARA KERJA
|
CONTOH
|
1
|
NON SISTEMIK/KONTAK
|
Daconil 70 WP, Dithane M 45, Antracol 80 WP, dll
|
2
|
SISTEMIK
|
Benlox 50 WP, Metalax 35 SD, Ridomil Gold, dll
|
3
|
TRANSLAMINER
|
Revus Opti 400 SC
|
Berdasarkan Cara Kerja Racun
NO.
|
CARA KERJA
|
CONTOH
|
1
|
Merusak Dinding Sel
|
Siodan 20 WP, Xymoksan 50 WP, dll
|
2
|
Mempengaruhi Pembelahan Sel
|
Benlox 50WP, Bevistin 50 WP, Bendas 50 WP, dll
|
3
|
Memperngaruhi permebialitas membrane sel
|
Rubigan 120 EC, Primazol 250 EC, Scre 250 EC, dll
|
4
|
Menghambat Enzim
|
Rovral 50 WP, dll
|
C. KLASIFIKASI HERBISIDA
Berdasarkan Bidang Sasaran
NO.
|
BIDANG SASARAN
|
1
|
Herbisida
Tanah (Soil Acting)
|
2
|
Herbisida Yang Aktif Pada
Gulma Yang Sudah Tumbuh:
|
-
Herbisida
Kontak
|
|
-
Herbisida
Sistemik
|
Berdasarkan Gulma Sasaran
NO.
|
GULMA SASARAN
|
1
|
Herbisida yang
kuat terhadap golongan rumput
|
2
|
Herbisida yang kuat terhadap
golongan daun lebar
|
3
|
Herbisida Non
Selektif
|
Berdasarkan Saat Aplikasi
NO.
|
SAAT APLIKASI
|
1
|
Herbisida pra
tumbuh (membunuh biji)
|
2
|
Herbisida pasca tumbuh
(membunuh setelah gulmanya tumbuh)
|
3
|
Early
postemergence
|
Berdasar Cara Kerja
NO.
|
CARA KERJA
|
1
|
Penghambat
respirasi
|
2
|
Penghambat fotosintesa
|
3
|
Penghambat perkecambahan
|
4
|
Penghambat sintesis asam
amino
|
5
|
Bersifat
hormon
|
FORMULASI PESTISIDA
Kode
Formulasi
|
Uraian
|
Pengadukan
|
Residu
Yang Tampak Pada Tanaman
|
|
EC
|
|
Perlu
|
Ada
|
|
SCW atau WSC
|
|
Perlu
|
Ada
|
|
WP
|
|
Perlu
|
Ada
|
|
S atau SP
|
|
Tidak
|
Kadang
– Kadang Ada
|
|
G
|
|
-
|
-
|
|
WG atau WDG
|
|
Perlu
|
Ada
|
Sumber:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Pestisida.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Pestisida.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45191/4/Chapter%20II.pdf