Jumat, 15 Oktober 2021

Faktor Yang Menyebabkan Rasa Buah Tidak Manis

 Halo jumpa lagi para pembaca dimanapun anda berada...

Apakah anda memiliki kebun buah??? Ataukah punya tanaman buah di pekarangan yang rasanya tidak manis??? Saya memiliki pengalaman ditanya oleh petani mengapa buah yang dipanen dari kebunnya rasanya kurang manis. Nah...dalam kesempatan kali ini saya mengunggah mengapa rasa buah tidak manis seperti yang diinginkan dan bagaimana cara agar pohon buah menghasilkan buah yang manis rasanya.

Unggahan mengenai hal tersebut akan saya bagi menjadi 2 kali unggahan, karena jika dijadikan satu saja terlalu panjang bahasannya. Untuk unggahan yang pertama ini akan kita bahas faktor - faktor penyebab buah tidak/kurang manis. Kemudian pada unggahan yang kedua nanti saya berencana membagikan cara - cara untuk menjadikan rasa buah lebih manis. Silahkan dibaca siapa tahu bermanfaat. 

Rasa buah beragam dimana ada yang terasa manis, asam, kelat ataupun hambar. Mengapa rasa buah bisa beragam ada yang terasa manis, asam, kelat atau terasa hambar? Hal itu dikarenakan perbedaan kandungan gula pada buah tersebut.

Tanaman yang kita tanam bisa berbuah manis atau tidak tergantung faktor dari dalam (sifat genetik) dan faktor luar (lingkungan). Berikut ini penjelasannya.


A.            Faktor Dalam (Sifat Genetik Tanaman)

Beberapa jenis buah akan dijumpai dimana walaupun dipetik saat sudah cukup tua, namun rasanya tetap saja tidak manis. Contohnya jeruk lemon, jeruk nipis, jeruk sambal dan lain- lain. Beberapa jenis mangga, nanas dan belimbing juga sering tetap terasa asam atau kelat walaupun umur buahnya sudah tua dan siap dipetik.

B.            Faktor Luar

Faktor  luar yang berpengaruh terhadap tingkat kemanisan buah adalah sebagai berikut:

1.       Faktor Tanah / Media Tanam

Jenis dan Kesuburan Tanah; Keadaan tanah sebagai media tanam bagi tanaman buah yang memiliki tingkat kesuburan yang baik dapat meningkatkan kemanisan buah.

Kedalaman Air Tanah; Pada tanaman buah tahunan yang memiliki perakaran dalam memerlukan tanah dengan kedalaman air yang cukup. Untuk tanaman semusim yang perakarannya dangkal membutuhkan tanah yang airnya dangkal pula. Jika syarat tersebut terpenuhi maka kebutuhan tanaman akan air akan cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan buah. Jika tidak maka buah yang dihasilkan tidak manis atau tanaman tidak tumbuh subur karena selalu kekeringan atau akarnya busuk akibat selalu tergenang.

Ketinggian Tempat Ketinggian tempat sangat mempengaruhi tanaman karena erat hubungannya dengan sinar matahari dan suhu. Semakin tinggi letak tanah/tempat dari permukaan laut, maka suhu rata-rata harian akan semakin turun (dingin). Secara umum tanaman buah akan menjadi lebih manis apabila ditanam di ketinggian tempat yang dataran rendah, dimana merupakan daerah yang panas. Ini berlaku hampir di semua jenis buah-buahan.  Oleh karena itu penghasil buah manis terkonsentrasi di daerah panas.

 

2.       Faktor Iklim

a.      Suhu

Suhu mempengaruhi proses transpirasi (penguapan dari tanaman, respirasi (pernafasan) maupun proses lainnya pada tanaman. Suhu juga mempengaruhi aktivitas enzim dalam tanaman sehingga untuk memperlancar proses fisiologi pada tanaman maka memerlukan suhu tertentu.

Contohnya pada tanaman mangga dan pisang akan menjadi lebih manis dan cepat ranum jika ditanam di dataran rendah dibanding dataran tinggi. Ini disebabkan karena di dataran rendah aktifitas enzim yang berperan dalam merubah karbohidrat menjadi gula bekerja lebih efektif.

a.      Sinar Matahari

Sinar matahari peranannya sangat penting bagi tanaman, dimana energi dari sinar matahari diperlukan dalam setiap proses fisiologis tanaman seperti fotosintesis, respirasi dan transpirasi. Proses fotosintesis berguna untuk membentuk karbohidrat yang diubah menjadi zat gula. Zat gula merupakan senyawa yang membuat buah memiliki rasa manis.

Umumnya, intensitas matahari di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan di dataran rendah. Namun, panjang hari atau waktu penyinaran di dataran rendah lebih lama. Akibatnya, buah yang ditanam di dataran rendah biasanya berasa lebih manis. 

Curah Hujan    

Rasa buah juga dipengaruhi oleh curah hujan dan ketersediaan air. Peningkatan curah hujan yang tinggi dapat menurunkan tingkat kemanisan buah. Seperti buah jambu air contohnya yang merupakan tanaman yang berbuah tanpa kenal musim ini seringkali menghasilkan jambu yang rasanya hambar pada musim hujan dan mempunyai rasa manis di musim kemarau. 


3.       Faktor Pemeliharaan

Adapun faktor pemeliharaan yang berpengaruh pada rasa kemanisan buah adalah pemupukan. Pemberian pupuk pada tanaman buah sangat penting dilakukan untuk memberikan tambahan unsur hara yang ketersediaan di tanah biasanya tidak memadai.

Apabila tanaman buah yang menghasilkan buah yang lebat dan manis tidak pernah dipupuk, maka menyebabkan lama kelamaan tingkat kemanisannya berkurang. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan tanah untuk menyediakan kembali unsur hara yang semakin menurun setelah diserap oleh tanaman.


4.    Faktor Umur Petik Buah

Umur petik buah sangat berpengaruh terhadap derajat kemanisan buah, terutama untuk buah nonklimakterik. buah non-klimaterik adalah buah yang tidak melanjutkan proses pematangan setelah dipetik. Dengan demikian saat buah non-klimaterik dipetik dari pohonnya sebelum matang buah tersebut tidak akan pernah matang. Maka dari itu untuk buah non-klimaterik harus dipetik tepat waktu atau ketika kadar gulanya mencapai standar kematangan buah.

Buah klimaterik yang telah dipetik dari pohonnya sebelum matang, dapat matang secara perlahan karena produksi etilen endogen (gas etilen dalam buah). Jika dipetik masih belum matang, maka buah klimakterik masih bisa ditingkatkan kematangannya dengan cara diperam dan rasanya akan manis.


Contoh Buah – Buahan Klimakterik dan Nonklimakterik

 

No.

 

 

Buah Klimakterik

 

Buah Nonklimakterik

1

Alpukat

Jambu air

2

Pisang

Jeruk bali

3

Nangka

Lemon

4

Cempedak

Leci

5

Mangga

Jeruk

6

Pepaya

Nanas

7

Markisa

Melon

8

Apel

Delima

9

Jambu biji

Anggur

10

Durian

Semangka

11

Manggis

Lengkeng

12

Sirsak

Strawberry

13

Sawo

Belimbing


Para pembaca sekalian, demikian faktor - faktor yang menyebabkan rasa buah beraneka ragam. Dengan mengetahui hal tersebut, maka kita dapat memperbaiki rasa manis buah sepanjang tidak menyangkut faktor genetik. Semoga bermanfaat.


Sumber:

https://id.scribd.com/doc/70677436/Buah-Klimaterik-Dan-Non-Klimaterik

 

https://www.kompas.com/skola/read/2021/04/03/100000669/penyebab-buah-manis-dan-asam-.


Redaksi Trubus. 2007. Seri Agrikiat. Menjadikan Buah Lebih Manis. Penebar Swadaya. Depok.

Jumat, 17 September 2021

Pentingnya Memasyarakatkan Penggunaan Pupuk Organik

 

Halo para pembaca blog penyuluhan pertanian ini... 

Unggahan kali ini berisikan ajakan kepada para pembaca agar dapat sama - sama merenung dan meluangkan waktu sejenak untuk mengerti tentang betapa pentingnya melestarikan alam hingga generasi selanjutnya kelak. Dari sisi budidaya pertanian dalam pelestarian alam yang dapat dilakukan adalah bagaimana kita mempraktekkan teknologi budidaya secara organik yang ramah lingkungan demi mewujudkan pertanian berkelanjutan. Mari perlahan kita tinggalkan praktek - praktek pertanian yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan pupuk kimia anorganik yang berlebihan.

Penggunaan pupuk kimia anorganik (sintetis) di Indonesia mulai berkembang pesat sejak dicanangkan program Bimbingan Massal (BIMAS) pada tahun 1968 dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Untuk memenuhi tujuan tersebut diperkenalkan teknologi intensifikasi pertanian yang dikenal dengan istilah Revolusi Hijau (green revolution). Revolusi hijau ini telah mampu mengubah sikap petani dari anti teknologi menjadi sikap mau memanfaatkan teknologi pertanian modern tersebut diatas.

Sejak diterapkan intensifikasi pertanian tersebut, konsumsi pupuk kimia/anorganik berkembang pesat karena varietas-varietas unggul baru yang responsif terhadap pupuk mengharuskan petani menggunakan pupuk kimia/anorganik. Program penyuluhan yang merupakan bagian dari paket program intensifikasi sangat berperan dalam mengubah persepsi petani dalam penggunaan pupuk. Demikian juga kebijakan subsidi harga pupuk kimia/anorganik oleh pemerintah juga merupakan faktor dominan yang ikut berperan dalam meningkatkan penggunaan pupuk kimia/anorganik. Penggunaan pupuk organik sejak diterapkannya program intensifikasi pertanian ini mengalami penurunan, terabaikan dan tertinggal.

Dalam kenyataannya, memang revolusi hijau tersebut telah mampu mencapai tujuan makronya yaitu peningkatan produktivitas, khususnya pada sub sektor pangan. Akan tetapi pada tingkat mikro, revolusi hijau (penggunaan pupuk kimia/anorganik) tersebut telah menimbulkan dampak negatif  yaitu:

  • Menurunnya tingkat kesuburan tanah yang diakibatkan karena adanya gangguan keseimbangan unsur hara dalam tanah;
  • Bagi kesehatan manusia kandungan residu kimia dalam produk pangan yang menggunakan pupuk kimia membahayakan tubuh manusia;
  • Tanaman menjadi sangat rawan terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), meskipun produktivitasnya tinggi;
  • Pencemaran lingkungan (air) akibat residu kimia yang ditinggalkan. 

Indikasi yang terlihat terjadinya fenomena pelandaian produksi (leveling off) terhadap produktivitas pertanian, walau dosis pupuk kimia/anorganik telah dinaikan dosisnya.

Dari hasil berbagai penelitian – penelitian diketahui bahwa fenomena levelling off ini juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan hara dalam tanah. Pemupukan N, P dan K dari pupuk kimia anorganik secara terus menerus dalam takaran tinggi diyakini telah menyebabkan ketidak seimbangan hara dalam tanah, menekan unsur hara mikro seperti Cu dan Zn, serta menguras bahan organik tanah yang sangat berperan dalam aktifitas biologi tanah. 

Dengan uraian diatas maka memasyarakatkan penggunaan pupuk organik yang recycleable dan ramah lingkungan dalam proses budidaya pertanian menjadi sangat penting . Hal ini dimaksudkan agar tetap dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan cara mengembalikan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik serta meningkatkan kualitas lahan pertanian secara berkelanjutan. Selain itu penggunaan bahan organik sebagai pupuk juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadai salah satu solusi untuk mengurangi limbah / sampah organik.  

Dari uraian tersebut diatas maka  perlu upaya merubah orientasi petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk kimia anorganik kembali membiasakan penggunaan pupuk organik. Atau paling tidak mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan pupuk kimia anorganik jika belum dapat melepaskan sepenuhnya. 

Mengajak Petani Membuat Kompos


Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat dan senyawa-senyawa organik lain. Asam humik dan asam fulvat. Kedua asam ini memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.

Pada intinya pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Fungsi fisika bahan organik adalah pengikat butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Hal ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air,aerasi dan temperatur tanah.

Meski secara kuantitatif pupuk organik sedikit mengandung unsur hara, namun fungsi kimianya yang penting antara lain (1). penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) dan hara mikro (Zn, Cu, MO, Co, Mn dan Fe). Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginak atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang berimbang; (2). Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah; (3). Dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam (Al, Fe dan Mn) yang meracuni tanaman serta menurunkan penyediaan hara.

Fungsi biologis bahan organik adalah sebagai sumber energi dan makanan mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat dalam penyediaan hara dan siklus hara dalam tanah. Dengan demikian pemberian pemberian pupuk organik pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Sekali lagi bahwa memasyarakatkan manfaat penggunaan pupuk organik sebagaimana uraian tersebut diatas sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, desiminasi melalui demplot-demplot, serta melalui penyuluhan menggunakan berbagai media (termasuk media internet), bimbingan, advokasi dan pendampingan melalui berbagai kelembagaan kelompok tani.

Ditinjau dari nilai ekonomis pupuk organik, pada bahan dasar pupuk organik non komersial dapat diperoleh dengan mudah tanpa biaya atau dengan biaya yang relatif rendah. Dengan demikian dapat menekan biaya produksi.

Bahan dasar pupuk organik non komersial dapat berasal dari sumber limbah pertanian insitu seperti sisa tanaman, limbah panen, pangkasan tanaman pagar atau tanaman lorong dalam budidaya alley cropping, pupuk hijau (seperti turi, sesbania, azzola, kudzu dll), tumbuhan liar (rumput, pakis-pakisan, lumut, eceng gondok dan lain - lain) serta kotoran dan urine hewan ternak. Selain itu sampah-sampah organik dari limbah rumah tangga juga dapat digunakan. Bahan – bahan tersebut dijadikan pupuk organik melalui teknologi pengomposan sederhana maupun dengan penambahan mikroba dekomposer maupun dibuat sebagai Pupuk Organik Cair (POC).

Dengan mudahnya mendapatkan bahan - bahan yang dapat dibuat pupuk organik, maka meskipun pembaca tinggal di daerah pedalaman sekalipun dapat dengan mudah membuatnya. Dalam blog saya ini sudah beberapa kali saya mengunggah bagaimana cara pembuatan pupuk organik yang mudah dibuat oleh siapapun.

Jadi... ayo mulailah gunakan pupuk organik pada usahatani anda... go green...   

 


Dari berbagai sumber 

Jumat, 23 Juli 2021

Mempertahankan Mutu Sayuran Melalui Pasca Panen Yang Tepat

Jumpa lagi para pembaca blog ini... pada kesempatan ini saya menulis tentang bagaimana cara mempertahankan mutu sayuran dari hasil panen agar nilai jual dari produk sayuran tersebut tidak merugikan. 

Sayuran sebagai salah satu produk hortikultura merupakan komoditi yang mudah rusak (perishable). Komoditi sayuran mengandung kadar air yang tinggi antara 70 -90%. Mulut daun (stomata) yang banyak terdapat pada bagian tanaman dapat menyebabkan mudah layu. Saat proses pasca panen yang tidak hati - hati dimana terjadi benturan menyebabkan sayuran mengalami memar, sehingga menimbulkan perubahan - perubahan fisik dan susunan kimianya yang akan mempercepat busuknya sayuran. Setelah panen proses pematangan pada komoditi tertentu (seperti tomat) masih berlangsung yaitu dari mentah menjadi matang, matang menjadi kelewat matang, kelewat matang menjadi busuk.

Faktor yang berpengaruh pada kerusakan hasil tanaman : 

  • Faktor biologis: repirasi, transpirasi, pertumbuhan lanjut, produksi etilen, hama dan penyakit  
  • Faktor lingkungan: Temperatur, kelembaban, komposisi udara, cahaya, angin, tanah/media

Jenis - jenis kerusakan pada produk sayuran yaitu:

1.      Kerusakan mikrobiologis 

Disebabkan oleh mikroorganisme antara lain oleh jamur dan bakteri. Faktor - faktor yang mempengaruhi tumbuhnya mikroorganisme antara lain yaitu: tersedianya nutrisi yang dibutuhkan mikroba, waktu, suhu, pH dan ketersediaan oksigen.

2.      Kerusakan mekanis

Yaitu berupa memar, luka dan hancur.  Penyebab memar bisa terjadi karena adanya benturan, gesekan dan tekanan pada sayuran sewaktu pemanenan, pemindahan, transportasi, grading. Biasanya gejala memar kurang terlihat, dan baru akan muncul beberapa hari kemudian. Luka pada sayuran banyak terjadi selama pemanenan yang disebabkan oleh alat panen yang digunakan. Luka pada sayuran dapat mengundang jamur dan bakteri. 

3.     Kerusakan fisik

Disebabkan adanya serangga, parasit atau tikus dimana terdapat lubang dan ada bekas gigitan. Selain itu juga bisa diakibatkan karena suhu yang tinggi, kelembaban yang relatif rendah dapat menyebabkan kehilangan air,  oksigen dan sinar matahari.

4.    Kerusakan biologis
Kerusakan ini disebabkan karena sayuran yang sudah dipanen tetap terjadi respirasi. Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas yang melibatkan proses metabolisme perombakan senyawa makromolekul (karbohidrat, protein, lemak) menjadi CO2, air dan sejumlah energi. Laju respirasi yang sangat cepat  akan mempercepat proses kebusukan. Demikian juga laju proses respirasi akan menurunkan daya simpan

Agar komoditi sayuran kesegarannya dapat dipertahankan lebih lama hingga ketangan konsumen maka perlu pengetahuan tentang : 


Perlakuan panen dan pasca panen yang perlu dilakukan untuk memperpanjang kesegaran komoditi sayuran tersebut yaitu berupa:

1.      PEMANENAN

Yang perlu diperhatikan pada pemanenan adalah :

a.    Menentukan waktu panen yang tepat. Yaitu menentukan “kematangan” yang tepat dan saat panen yang sesuai. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

-    Cara visual / penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dll

-   Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah dipetik dan lain-lain.

-    Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar.

-    Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat atau senyawa yang ada dalam komoditas, seperti: kadar gula, kadar tepung, kadar asam, aroma dan lain-lain.

Waktu panen sayuran juga dapat ditentukan dengan mempertimbangkan harga dan jarak pemasaran untuk penjualan. Jika jarak tempat penjualan tergolong dekat, sayuran dapat dipanen pada saat sudah matang. Sebaliknya, jika jarak pemasaran jauh dan agar bisa disimpan lama maka lakukan pemanenan saat masih setengah matang. 

Bila panen sebelum matang kualitas produk akan rendah, begitu juga bila panen terlambat maka produk tidak tahan lama disimpan.  

 b.    Melakukan penanganan panen yang baik. Bertujuan untuk menekan kerusakan yang dapat terjadi. Cara panen  disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan (sesingkat mungkin) dan dengan biaya yang rendah. Gunakan alat panen berupa gunting atau pisau yang tajam. Untuk tomat dan cabe menggunakan tangan. Pemanenan dilakukan hati - hati agar produk sayuran tidak terjatuh, tergores, memar karena jika luka maka terjadi pembusukan akibat peningkatan laju respirasi.

Untuk memilih waktu panen yang tepat atau kombinasi cara  yang sesuai dalam menentukan kematangan suatu komoditas, maka kita harus mengetahui proses pertumbuhan dan kematangan dari bagian tanaman yang akan dipanen. Misal:

  • Tomat dan cabai merupakan sayuran buah dimana proses pertumbuhannya dari buah terbentuk, buah kecil, membesar sampai suatu ketika ukurannya tidak bertambah lagi. Kemudian baru terjadi perubahan warna buah yang dapat terlihat sebagai kriteria matang. Perubahan warna pada tomat dari hijau - hijau kekuningan - kuning kemerahan - merah merata. Pada cabai: buah warna hijau - hijau kemerahan – merah merata - merah tua

contoh patokan panen dengan tujuan penyimpanan. Pada tomat : ukuran buah sudah tidak membesar lagi dan perubahan warna mulai terjadi (kuning). Pada cabai : Perubahan warna sudah terjadi, untuk mendapatkan warna merah yang baik, pemanenan harus dilakukan bila warna merahnya lebih dari 50%.  

  • Pada bawang merah, umbinya  merupakan pembesaran dari pelepah daun, jadi berlapis-lapis. Pembesaran umbi terjadi selama daun masih hijau, pematangan dicirikan dari pertumbuhan yang terhenti, kemudian “leher” mengecil/lunak/menutup. Lapisan paling luar akan mengering dan berfungsi sebagai kulit yang melindungi bagian dalam dari umbi. 

Pada bawang merah patokan pemanenan: daun tanaman harus sudah mengering lebih dari 70%, leher batang lunak dan kulit umbi sudah terbentuk (berwarna merah). 

2.      PENGUMPULAN

Pada tahap pengumpulan yang harus diperhatikan adalah :

  • Lokasi pengumpulan harus dekat dengan tempat pemanenan, agar tidak terjadi penyusutan atau penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan ke tempat penampungan
  • Penanganan dan spesifikasi wadah yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan karakteristik komoditi sayuran
  • Wadah sebagai tempat penampung antara lain berupa keranjang, peti atau karung 
  • Produk sayuran segar harus terhindar dari kontak langsung sinar matahari agar tidak layu.

3.     SORTASI

yaitu pemisahan komoditas yang layak pasar (marketable) dengan yang tidak layak pasar. Pisahkan sayuran yang berkualitas kurang baik, seperti cacat, memar, luka, busuk dan bentuknya tidak normal dari sayuran yang berkualitas baik. Jika terkena hama atau penyakit juga dipisahkan agar tidak menular pada yang sehat. Pada proses sortasi dilakukan proses pembersihan, yaitu membuang bagian yang tidak diperlukan seperti daun tua, cacat atau busuk.

4.     PEMBERSIHAN (CLEANING.TRIMMING) DAN PENCUCIAN (WASHING)

Membersihkan sayuran dari kotoran atau benda asing lain, membuang bagian-bagian yang tidak dikehendaki seperti daun, tangkai atau akar yang tidak dikehendaki (tergantung permintaan konsumen). Khusus sayuran daun dicuci dengan menggunakan air bersih yang mengalir yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi. Pencucian dengan air juga berfungsi sebagai pendinginan terlebih dahulu (pre-cooling) untuk mengatasi kelebihan panas yang dikeluarkan produk saat proses pemanenan sehingga memperpanjang kesegaran dan mencegah pengkristalan jika dimasukan ke dalam alat pendingin. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa.

5.    PENGKELASAN (GRADING)

Grading dimaksudkan untuk mendapatkan sayuran yang bermutu baik dan seragam dalam satu golongan/kelas yang sama sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan atau atas pemintaan konsumen. Grading dilakukan berdasarkan berat, besar, bentuk, rupa, warna, bebas dari penyakit, dan cacat lainnya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih baik. Grading sangat tergantung pada jenis sayurannya.

 6.    PENGEMASAN

Untuk komoditi sayuran kemasan sangat penting karena sayuran memiliki waktu kesegaran relatif pendek dan mudah rusak. Padahal jarak lahan budidaya dengan konsumen cukup jauh. Keuntungan dari pengemasan yang baik: 

  • Melindungi produk sayuran dari kerusakan dari kerusakan mekanis  (gesekan, tekanan, getaran), melindungi dari pengaruh lingkungan  (temperatur, kelembaban, angin), melindungi dari kotoran / pencemaran  (sanitasi), dan melindungi dari kehilangan (pencurian) karena memudahkan pengontrolan

  • Memudahkan penanganan dimana memberikan kesinambungan dalam penanganan Mengacu pada standarisasi wadah / kontainer

  • Meningkatkan pelayanan dalam pemasaran Praktis untuk konsumen (pengemasan dalam skala kecil), lebih menarik, dapat untuk menyampaikan informasi produk yang dikemas. Penggunaan label dapat menerangkan cara penggunaan dan cara melindungi produk yang dikemas

  • Mengurangi / menekan biaya transportasi / biaya tataniaga

Jenis kemasan (packing) dapat berupa peti (kayu atau plastik), keranjang bambu, karung, kardus atau wadah lainnya.

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengemasan :

  • Kemasan tidak toksin yang dapat mengganggu kesehatan manusia
  • Kemasan harus memberi perlindungan terhadap sifat mudah rusak sayuran yang menyangkut ukuran, bentuk konstruksi dan bahan yang dipakai.
  • Harga dan bentuk kemasan harus sesuai dengan nilai sayuran yang dikemas
  • Sayuran dalam kemasan harus dapat diambil dengan cara yang mudah dan aman
  • Kemasan harus cocok dengan kondisi pengangkutan dan harus dapat diterima oleh konsumen dengan baik

 7.    PENYIMPANAN

Setelah sayuran dipanen diletakkan pada tempat yang teduh agar panas lapang dapat terbuang. Tempat penyimpanan harus bersih dan memiliki ventilasi udara. Beberapa cara pembuangan panas lapang berikut ini merupakan perlakuan terbaik untuk memperpanjang daya simpan, yaitu:

  • Pendinginan dengan udara dingin yang mengalir (air cooling)

  • Pendinginan dengan merendam dalam air dingin mengalir atau dengan pencucian dengan air dingin (hydro cooling).

  • Pendinginan dengan cara kontak dengan es (ice cooling).

8.    PENGANGKUTAN

Pengangkutan umumnya diartikan sebagai penyimpanan berjalan. Faktor - faktor pengangkutan yang perlu diperhatikan adalah: 

  • Fasilitas angkutannya. Petani kecil umumnya memasarkan produk sayuran di pasar terdekat sehingga diangkut dengan cara sederhana tanpa pendingin. Bila alat pengangkut tidak berpendingin udara, hendaknya transportasi sayuran dilakukan pada saat malam atau dini hari. Selain itu produk sayuran juga hendaknya dijaga dari kemungkinan terjadinya benturan, gesekan dan tekanan yang terlalu berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau menurunnya mutu produk tersebut. Hal ini dapat dihindari pengemasan yang baik dan dengan pengaturan tata letak wadah sayuran yang tepat di dalam alat transportasi. Penumpukan kemasan dan adanya goncangan akan mempercepat laju respirasi sehingga menurunkan kesegaran sayuran. Untuk menekan laju respirasi tersebut dapat diberikan perlakuan berupa kipas angin, es dan ventilasi udara

  • Jarak yang ditempuh atau lama perjalanan. Pengangkutan yang jaraknya lebih dari 200 km memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh

  • Kondisi jalan dan kondisi lingkungan selama pengangkutan

  • Perlakuan “bongkar-muat” yang diterapkan.

Pada tahap pengangkutan,  kemasan harus sudah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :

  • Melindungi sayuran dari kerusakan mekanik

  • Tidak menghambat lolosnya panas bahan  dan panas pernapasan dari produk

  • Mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk mengatasi penanganan dan penumpukan yang wajar.

Demikian uraian untuk mempertahankan mutu sayuran ini. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.



Sumber:

https://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/11/penanganan_pasca_panen_hasil_pertanian.pdf.Tino Mutiarawati Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran

Rini Yulianingsih. Teknik Penanganan Pasca Panen 

Sinar Tani. Lembar Informasi Pertanian. Mempertahankan Mutu Sayuran.

Jumat, 02 Juli 2021

KOMUNIKASI PENYULUHAN

Sebagai seorang penyuluh pertanian didalam melakasanakan tugas tentunya memerlukan keterampilan berkomunikasi dengan petani yang didampingi. Kemampuan berkomunikasi seorang penyuluh pertanian menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam menyuluh. Untuk itu seorang penyuluh pertanian perlu mempelajari bagaimana seni berkomukasi tersebut. 

Komunikasi adalah proses dimana suatu di dialirkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers, 1986).


Proses komunikasi dalam penyuluhan pertanian untuk menarik perasaan, meyakinkan dan memotivasi agar bertindak dan berubah.

Proses sempurna apabila ada pertautan minat dan kepentingan (overlaping of interest) antara sumber dan penerima berdasar persamaan kerangka referensi (frame refence) : pendidikan, pengetahuan, latar belakang, pengalaman, kepentingan, budaya, bahasa dan sebagainya.

Penyuluh sebagai sumber perlu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa yang dimengerti petani sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi, latar belakang budata (pengenalan karakter individu, sosial dan budaya) 

Prinsip - prinsip dalam teknik komunikasi :

  1. Menarik perhatian
  2. Menggugah hati
  3. Membangkitkan keinginan
  4. Meyakinkan 
  5. Menggerakan usaha
Berikut ini trik berbicara :
  1. Tarik nafas dalam - dalam
  2. Mengatur volume berbicara agar lebih jelas
  3. Menggunakan kata - kata sehari - hari
  4. Lepaskan pandangan ke kiri, kanan dan tengah
Teknik meningkatkan efektifitas berbicara verbal:
  1. Percaya diri
  2. Kata-kata jelas dan perlahan
  3. Bicara yang wajar
  4. Atur irama dan tekanan suara
  5. Menarik nafas dalam - dalam
  6. Hindari sindrum (exp: eh...,  anu...)
  7. Baca paragraf yang penting
  8. Siapkan air minum
Hal - hal yang menarik yang dapat mempengaruhi pembicaraan:
  1. Pakaian 
  2. Pandangan mata
  3. Air muka
  4. Sikap badan
  5. Suara
  6. Tulisan
  7. Senyum
  8. Berjabat tangan
  9. Berpikir, bertindak dan selalu senang
  10. Ingat nama
  11. Tunjukan daya tarik yang tulus
Hal - hal menarik yang dapat mendukung komunikasi yaitu:
  1. Menggunakan deskripsi
  2. Orientasi pemecahan masalah
  3. Spontanitas dan jujur
  4. Memberikan empati
  5. Yang mereka rasakan sama dengan kita rasakan
Ciri - ciri komunikasi yang efektif adalah:
  1. Langsung (to the point, tidak ragu menyampaikan)
  2. Asertif (tidak takut mengatakan apa yang diinginkan)
  3. Congenial (ramah dan bersahabat)
  4. Jelas (hal yang disampaikan mudah dipahami)
  5. Terbuka (tidak ada pesan dan makna yang tersembunyi)
  6. Secara lisan (menggunakan kata-kata untuk meyampaikan gagasan dengan jelas)
  7. Dua arah (seimbang antara berbicara dan mendengarkan)
  8. Responsif (memperhatikan keperluah dan pandangan orang lain)
  9. Nyambung (menginterprestasikan pesan dan kebutuhan orang lain dengan tepat)
  10. Jujur (mengungkapkan gagasan, perasaan dan kebutuhan yang sesungguhnya)
 Sumber: R.Hernawan, SP, MP (STPP Yogyakarta)